Monday, March 18, 2024

Ramadhan Mengajarkan Hakekat Hidup Sebenarnya | Oleh HM. Albarr, Lc, M.HI


Ramadhan Mengajarkan Hakekat Hidup Sebenarnya

Oleh HM. Albarr, Lc, M.HI 

Bulan Ramadhan - berdasarkan Riwayat Hadist Salman Al-Farisi – disebut syahrun Mubarak (bulan keberkahan). Berkah berasal dari bahasa Arab yang berarti ”ziyadatul Khair “ (kebaikan yang bertambah). Imam Nawawi berpandangan makna kata berkah adalah kebaikan yang banyak, abadi, dan berkelanjutan.

Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa  makna kata berkah adalah bertambahnya kebaikan. Para ulama pun juga menterjemahkan makna kata berkah adalah segala hal yang berlimpah, baik dari aspek spiritual atau material. 

Memang benar adanya, bahwa Bulan Ramadhan telah membawa kebaikan yang sangat luar biasa bagi manusia terkhusus bagi orang yang beriman. Kehadiran bulan mulia ini telah memberikan motivasi yang kuat  bagi setiap diri orang yang beriman untuk beribadah kepada Allah Swt dan berbuat kebaikan. Di antara sekian banyak kebaikan yang diberikan bulan Ramadhan kepada kita,  ada satu hal yang sangat penting diketahui dan sadari manusia, bahwa bulan Ramadhan mengenalkan jati diri kita sebenarnya. Ramadhan adalah bulan kemanusiaan, Ramadhan adalah bulan kita mengenal siapa diri kita, Ramadhan adalah jati diri kita. Maka Ramadhan adalah bulan termulia dari sekian bulan yang pernah ada. Sama dengan manusia adalah makhluk yang mulia dari sekian makhluk. Sangat beruntung sekali manusia yang masih diberi kesempatan untuk bertemu kembali dengan Bulan Ramadhan. Itu artinya seorang Muslim masih diberi kesempatan untuk menyapa dirinya, bertemu dengan jati dirinya, bertemu dengan kemanusiaannya, dan mengenal hakekat hidup sebenarnya. 

  Ada tiga pelajaran penting  yang dikenalkan bulan Ramadhan terkait hakekat hidup seorang manusia dalam kehidupan dunia. Pertama, Niat untuk Beribadah dan berbuat baik.  Niat berpuasa sudah kita tanamkan sejak awal ramadhan, agar kita dapat berpuasa Ramadhan satu bulan penuh dengan baik. Lalu niat itu kita kuatkanlagi dengan mengulanginya setiap malam atau ketika makan sahur. Niat di awal puasa kemudian kita kukuhkan dengan doa agar kita diberi keimanan, keislaman yang baik, dan keselamatan dan keamanan. 

اَللَّهُمَّ سَلِّمْنـِيْ إِلَى رَمَضَانَ وَسَلِّمْ لِـيْ رَمَضَانَ وَتَسَلَّمْهُ مِنِيْ مُتَقَبَّلاً

"Ya Allah, selamatkanlah aku untuk bulan Ramadhan dan selamatkanlah bulan Ramadhan untukku, serta selamatkanlah Ramadhan dariku demi amal ibadah yang diterima." (HR Thabrani dan al-Dailami)

Niat inilah yang menguatkan kita berpuasa, mampu menahan lahar lapar, haus, syahwat kepada perempuan dan juga menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang dapat merusak ibadah kita. Maka hendaknya, di dalam hidup ini kita senantiasa meniatkan untuk selalu beribadah, berbuat baik dan menghindarkan diri dari perkara yang dapat merusak nilai diri kita sebagai manusia di hadapan Allah Swt. Berniat dan bertekad menjalankan perintah Allah Swt dan meninggalkan apa yang di larangannya. Karena tujuan hidup manusia adalah untuk itu. 

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (QS. Al-Zariyat : 56)

Kedua, Imsak. Puasa artinya imsak (menahan). Di dalam puasa kita di ajarkan menahan diri dari setiap perkara yang dapat membatalkan ibadah puasa kita. Kemampuan menahan ini mesti didasari oleh Iman kepada Allah Swt. Kita sangat menyakini, bahwa manusia senantiasa dalam pengawasan Allah Swt, di manapun dan kapanpun kita berada, walaupun bersembunyi di sebuah tempat terpencil sekalipun. 

اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu." (QS. Nisa; 1)

Di dalam kehidupan ini, kita sesungguhnya sangat dituntut untuk mampu dan harus mampu menahan diri dari perbuatan maksiat dan dosa. Mampu menahan diri dari godaan syetan yang kadang menampakan dalam pandangan kita sesuatu yang buruk menjadi baik. Namun setelah menyadari bahwa itu keburukan, maka kita akan menyesal. Penyesalan itu tinggallah penyesalan yang tidak dapat kita perbaikan kembali. Di dalam al-Quran digambarkan penyesalan manusia yang sewaktu hidup dunia lalai dari kewajibannya kepada Allah, seperti meninggalkan shalat 5 waktu, puasa, berbuat baik kepada sesame manusia. 

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ  لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku, kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. (QS. Al-Mua’minun : 99-100)

Ketiga, Pelajaran Sabar. Rasulullah SAW bersabda, Puasa itu separuh sabar  (HR. Tirmidzi). 

Di dalam hidupnya, manusia akan selalu menghadapi berbagai macam ujian/cobaan dan tantangan. Ada kalanya ujian yang diberikan kepada manusia dalam bentuk kesulitan, kesusahan hidup, musibah, kekurangan, dan ada juga dalam bentuk kesenangan, berupa harta yang melimpah, jabatan yang tinggi, dan kesehatan. “Dan kami akan uji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan,” (QS. Al Anbiya : 35)

Namun apabila manusia tidak menyikapinya dengan sabar, maka ia akan terjerumus kepada kekufuran. Seperti ungkapan Hadist Nabi Saw  -walaupun menurut para ulama hadist ini lemah – yang artinya “Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Hampir-hampir  kefakiran (kemiskinan) menjadi (sebab) kekafiran, dan hampir-hampir hasad (bisa) mendahului ketetapan (Allah)’.”

Begitu juga, dengan orang yang diberi kesenangan, berupa harta dan jabatan, bila ia tidak sabar, ia akan menjadi kufur karena tidak bersyukur dengan kenikmatan tersebut, karena kesenangan dapat melalaikannya dari Allah Swt.  “Rasulullah Shallallahu alahi wasallam bersabda, “Sesungguhnya setiap umat memiliki ujian, dan ujian umatku adalah harta” (HR. Tirmidzi). “Demi Allah, bukanlah kemiskinan yang aku kuatirkan atas kamu, tetapi aku kuatir dengan kemewahan dunia yang kamu dapat seperti orang terdahulu lalu kamu bergelimang dalam kemewahan hingga binasa seperti binasanya orang terdahulu,” (HR. Bukhari)

Olehnya Allah Swt memerintahkan orang yang beriman untuk menjadikan sabar dan shalat sebagai pertolongan dalam mengarungi kehidupannya di muka bumi ini. “Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah : 153)

“Mereka itulah orang yang dibalas dengan martabat yang tinggi (dalam surga) karena kesabaran mereka dan mereka disambut dengan penghormatan dan ucapan selamat di dalamnya,” (Q.S. Al-Furqan : 75)

“Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS. az-Zumar ; 10)